SUARA GARDA, Majalengka
Dengan banyaknya kasus-kasus yang terjadi seperti ditayangkan baik di media cetak atau pun elektronik tentang terjaringnya pelajar puteri yang memakai kerudung tengah mesum dengan pacarnya di kamar hotel. Atau, mungkin pernah melihat pasangan remaja yang sedang asyik masyuk di kawasan wisata pantai, berduaan, atau sedang berpelukan dengan lelaki bukan muhrimnya. Tentu saja contoh perilaku tidak islami semacam itu tidak bisa digeneralisasi bahwa semua pelajar lembaga pendidikan berbasis agama berbuat demikian. Itu hanya ulah segelintir oknum pelajar saja, tetapi karena ulahnya rusak pula nama almamaternya, kata Ragung S.Pd kepala sekolah SMP Negeri I Majalengka ketika obrolan santai seputar dunia pendidikan bersama Wartawan di ruang kerjanya belum lama ini.
Ragung menambahkan, Mungkin saja perilaku tersebut membuat skeptis masyarakat pada lembaga pendidikan agama, atau kepada simbol-simbol agama seperti jilbab/kerudung, atau bahkan kepada agama itu sendiri. Tampilan Islam tetapi perilaku tidak islami, Atau ucapan sinis seperti pelajar/lulusan sekolah Islam namun perilakunya sama saja seperti lulusan sekolah lain, dan sebagainya. Ini juga bukan berarti pelajar sekolah yang bukan berlabel agama perilakunya lebih baik atau lebih buruk dari pelajar sekolah non-agama, imbuhnya.
Menurut Ragung, para orang tua jangan terlalu berharap pada sekolah untuk pembentukan karakter, biarpun itu sekolah berlabel agama sekalipun. Pendidikan yang utama bukanlah di sekolah, tetapi di rumah. Pendidikan di sekolah hanya pelengkap, “ Ingat, berapa jam anak berada di sekolah dalam sehari, hanya 6 jam sampai 9 jam (jika full day school), sisanya 15 hingga 18 jam anak berada di rumah. Jadi, anak lebih lama berada di lingkungan rumah dibandingkan di sekolah. Sehingga, pendidikan yang terpenting itu adalah di dalam keluarga,” ucapnya.
Dijelaskan Ragung, para orang tua harus dapat membedakan antara pengajaran dan pendidikan. Pengajaran adalah proses transfer of knowledge, sedangkan pendidikan adalah proses pembentukan karakter dan penanaman nilai-nilai (budi pekerti, kejujuran, moral, agama, dsb) yang baik. Pengajaran adalah tugas guru-guru di sekolah, misalnya pelajaran matematika, bahasa, IPA, IPS, dan lain-lain didapatkan anak di sekolah. Selanjutnya guru memberikan porsi pendidikan kepada anak, tetapi porsinya terbatas. Jadi porsi utama pendidikan adalah tugas orangtua di rumah.
”Di rumahlah tempat orangtua memberi teladan kepada anak, memberikan pendidikan budi pekerti dan agama, menanamkan sikap untuk jujur, hormat pada orang yang lebih tua, mencintai sesama makhluk hidup, membantu fakir miskin, dan sebagainya dan diberikan sejak anak bangun tidur hingga bangun tidur lagi. Bekal pendidikan yang kuat di rumah dapat menjadi tameng bagi anak untuk menghadapi lingkungan pergaulan yang “buas” dan bebas,” jelasnya.
Menurut Ragung, orangtua zaman sekarang, terutama di kota besar, sangat sibuk. Dua-duanya bekerja sehingga tidak punya waktu luang yang banyak untuk memberikan pendidikan kepada anak di rumah. Akhirnya anak tidak punya panduan sehingga mereka lebih banyak mendapat pendidikan dari temannya. Celakanya jika salah punya teman atau lingkungan pergaulan yang kurang baik, ditunjang oleh bekal pendidikan yang rapuh di rumah, anak mudah terpengaruh dan akhirnya ikut arus pergaulan bebas yang tidak baik, terangnya.
Pria yang akrab dengan para kuli tinta ini melanjutkan, lalu bagaimana dengan orangtua yang sibuk, pendidikan orang tua rendah, atau secara ekonomi tidak mampu maka pendidikan harus diserahkan kepada ahlinya, Pengajaran materi pelajaran ilmu pengetahuan dan sebagian porsi pendidikan serahkan pada guru-guru di sekolah, namun pendidikan untuk membentuk karakter yang baik tetap tanggung jawab utama adalah orang tua di rumah,
“Saya menghimbau kepada para orangtua, janganlah terlalu sibuk menghabiskan waktu di luar rumah, sementara anak-anak di rumah memerlukan pendidikan dari orang tua, pendidikan yang utama adalah didalam keluarga, jika pendidikan di dalam keluarga tidak baik, percayalah negara ini akan diisi oleh orang-orang yang berperilaku tidak baik pula,” pungkasnya. (Sal)
0 komentar :
Posting Komentar
Komentar Pembaca