SUARA GARDA Majalengka
Legalisasi asset yang pada umumnya dikenal dengan sebutan PRONA yakni Program Operasi Nasional Agraria.
PRONA pada hakekatnya merupakan proses administrasi pertanahan yang meliputi; adjudikasi, pendaftaran tanah sampai dengan penerbitan sertipikat/tanda bukti hak atas tanah dan diselenggarakan secara massal.
Namun apa yang terjadi dilapangan, lagi -lagi program pembuatan sertifikat diduga dijadikan ladang penghasilan oleh oknum - oknum tertentu, padahal sudah jelas bahwa Prona itu dibiayai oleh Negara alias gratis, maka dengan sendirinya tetap saja masyarakat yang menjadi peserta prona merasakan penderitaan oleh kelakuan bejat oknum tersebut.
Seperti halnya pembuatan sertipikat prona yang ada didesa Kumbung Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka yang di tahun 2016 ini mendapatkan bantuan sebanyak 200 peserta, diduga kuat pihak desa dan panitia pungut uang hingga Rp. 1,2 Juta, hal ini terkuak menurut keterangan tokoh masyarakat dan peserta Prona.
"Kami ikut program pembuatan Sertifikat lewat Prona, dengan membayar Satu juta dua ratus ribu rupiah, dibayar secara kontan dan ada juga yang bertahap secara diangsur setelah beres Sertipikat" Ungkap tokoh masyarakat dan peserta Prona.
Namun saat dikonfirmasi oleh Tim SG panitia peserta Prona Desa Kumbung Komarudin alias Opung menerangkan, pelaksanaan pembuatan Sertifikat lewat program Prona dengan peserta sebanyak 200 peserta, ada kesepakatan dengan peserta dipungut biaya sebesar 800 ribu rupiah bukan 1,2 Juta rupiah, dan itupun berdasarkan kesepakatan dan sudah diperdeskan, ungkap Opung bela diri.
Hal yang sama juga terjadi di desa Cikeusik Kecamatan Sukahaji Kabupaten Majalengka, di tahun 2016 ini dengan jumlah bantuan sebanyak 100 peserta diduga kuat peserta Prona ditarif biaya Delapan ratus ribu Rupiah.
Salah seorang peserta Prona mengungkapkan, program pembuatan Sertifikat dirinya mengaku diminta mengeluarkan biaya sebesar 800 ribu rupiah oleh pihak panitia, dengan pembayaran secara bertahap, waktu pengukuran dan perlengkapan berkas membayar 400 ribu rupiah, dan setelah beres dipinta lagi 400 ribu rupiah" Ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Tim SG mencoba layangkan Surat konfirmasi pada hari dengan Nomor KFR/MRK/XXVIII/048/2016. Namun hingga berita ini dimuat pihak Kepala desa Jaenudin belum memberikan jawaban.
Menanggapi masalah ini juga tidak menutup kemungkinan terjadi pula Pungutan - Pungutan Liar di desa lainnya, karena untuk Tahun 2016 lalu Kabupaten Majalengka mendapatkan jatah peserta Prona untuk 2700 bidang / peserta yang dibagikan ke 15 Desa.
Tentunya masyarakat butuh ketegasan agar semuanya bisa transparan, apakah betul program pembuatan seftifikat tanah lewat program Prona itu benar - benar gratis, kalau memang itu benar, tapi kenapa ada saja pungutan - pungutan yang bikin masyarakat bingung. (ATO/LEO)
0 komentar :
Posting Komentar
Komentar Pembaca